Tanggapan Terkait Polemik UU Hak Cipta: Harapan untuk Kebijaksanaan Bersama

Palukeadilannews.com

Belakangan ini saya kerap menerima pertanyaan dari masyarakat terkait polemik pelaksanaan Undang-Undang Hak Cipta, khususnya dalam konteks musik. 


Banyak yang merasa was-was ketika ingin memutar lagu karya anak bangsa sendiri terutama di ruang publik atau dalam kegiatan komersial karena takut dikenakan royalti. Bahkan, kekhawatiran itu juga dirasakan oleh pelaku usaha dan para penyanyi sendiri.


Saya memahami pentingnya perlindungan terhadap hak cipta. Seorang pencipta lagu tentu layak mendapat apresiasi dan perlindungan hukum atas karya intelektualnya. Namun, saya juga meyakini bahwa dalam ekosistem musik, semua pihak saling membutuhkan. 


Tanpa penyanyi atau musisi yang membawakan sebuah lagu, karya tersebut hanya akan menjadi rangkaian nada dan kata yang belum ‘hidup’. Penyanyi adalah penggerak emosi, penyampai pesan, dan bahkan kerap menjadi ‘wajah’ dari sebuah lagu yang akhirnya dikenal publik.


Jika seorang pencipta merasa berhak atas royalti dari karyanya, tidakkah penyanyi juga layak mendapatkan penghargaan atas kontribusinya yang membuat lagu itu populer? Tidakkah ini semestinya menjadi relasi saling menghormati, bukan saling menuntut?


Kita juga perlu menimbang kebijakan secara proporsional dan bijak. Apakah setiap bentuk penggunaan lagu secara otomatis harus dikenakan royalti? Bagaimana dengan pengamen jalanan yang menyanyikan lagu demi sesuap nasi? Atau tempat hiburan malam yang memutar remix lagu tanpa sepengetahuan penciptanya? Apakah semua itu bisa disamaratakan dalam bingkai hukum yang sama?


Pendekatan yang terlalu kaku dan berorientasi materi bisa berdampak buruk. Penyanyi dan pelaku seni bisa jadi enggan membawakan lagu-lagu tertentu karena takut tersandung persoalan hukum. Akhirnya, lagu-lagu indah yang seharusnya hidup di tengah masyarakat justru tenggelam, mati karena ketakutan.


Selain itu, kita juga perlu menjernihkan persoalan terkait hak atas lagu yang telah diperjualbelikan. Dalam praktik industri, tidak jarang sebuah lagu dibeli oleh label atau penyanyi. 


Dalam kasus seperti ini, siapakah pemilik sah lagu tersebut? Apakah pencipta masih memiliki legal standing setelah transaksi sah dilakukan? Ini perlu dijernihkan agar tidak menjadi celah konflik berkepanjangan.


Saya tidak menentang UU Hak Cipta. Justru saya mendukung perlindungan terhadap karya intelektual. Namun, saya mengajak para pencipta, pelaku industri musik, dan pemerintah untuk melihat ini secara lebih luas. 


Jangan sampai kita menciptakan sistem yang justru menakuti pelaku seni, menghambat kreativitas, dan mematikan ekosistem musik nasional.


Pemerintah tidak boleh menjadi penonton. Harus ada kebijakan yang adil dan jelas, agar masyarakat tidak saling melukai hanya karena salah tafsir terhadap aturan hukum. Negara harus hadir untuk menata ulang sistem ini, demi menjaga harmoni dan keberlangsungan dunia musik kita.


Mari kita rawat bersama ekosistem musik Indonesia dengan rasa hormat, saling menghargai, dan tidak semata mengejar keuntungan materi. Karena musik, pada hakikatnya, adalah ekspresi rasa dan jembatan kemanusiaan.

 

Tags