Pekanbaru, 8 Mei 2025 – Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Riau, Rini Hartatie, S.H., M.H., memimpin langsung pengajuan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif (Restorative Justice) kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM Pidum) melalui Plt.
Direktur C, Nur Asiah, S.H., M.Hum. Pengajuan ini dilakukan secara virtual dan didampingi oleh Aspidum serta jajaran di Ruang Rapat Wakajati.
Kasus ini bermula pada Kamis, 5 Desember 2024, sekitar pukul 13.00 WIB, ketika tersangka Saybatul Hamini alias Mamak Sifa mendatangi korban, Annisa Silviandri, di Terminal Gate PT.
PHR, Kelurahan Talang Mandi, Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis. Tersangka melakukan kekerasan fisik terhadap korban dengan cara menampar pipi kanan, mencakar wajah, menarik jilbab, dan mendorong tubuh korban akibat emosi setelah anaknya diduga ditampar oleh korban. Hasil visum dari RSUD Mandau menunjukkan adanya lebam dan lecet di wajah korban akibat kekerasan tersebut.
Atas tindakannya, tersangka dijerat dengan Pasal 80 ayat (1) jo. Pasal 76C Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Namun, setelah perkara memasuki Tahap II, jaksa fasilitator bersama penyidik menemukan adanya itikad baik dari kedua belah pihak, termasuk pemaafan dan perdamaian tanpa syarat dari pihak korban kepada tersangka.
Berdasarkan fakta-fakta tersebut, JAM Pidum menyetujui penghentian penuntutan melalui mekanisme keadilan restoratif, sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020.
Keputusan ini diambil karena dinilai telah memenuhi rasa keadilan di masyarakat dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Kejaksaan Tinggi Riau berkomitmen untuk terus mendorong penyelesaian perkara pidana secara adil dan manusiawi melalui pendekatan Restorative Justice demi menjaga harmoni sosial dan keadilan yang berkeadilan.